Puji dan syukur kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas rahmat dan hidayah-nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah Profesi Kependidikan yang terdiri dari
berbagai sumber yang berisikan mengenai Program Bimbingan dan Konseling Tingkat
Lanjutan.
Dengan dibuatnya tugas
makalah Profesi Kependidikan ini kami berharap dapat bermanfaat untuk para mahasiswa
dan membantu para mahasiswa dalam memahami. Dalam pembuatan tugas makalah
Profesi Kependidikan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dan Ahmad Lubias,S.Pd atas bantuan dan
bimbingannya.
Kami menyadari dalam
pembuatan makalah Profesi Kependidikan ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan kami terima
dengan rasa syukur. Selamat membaca.
Palembang, Maret 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Konseling adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh
seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (klein)
yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klein.
Apabila pelayanan bimbingan dan konseling memasuki upaya
penanganan masalah klein, maka pemahaman terhadap masalah klein merupakan suatu
yang wajib adanya. Tanpa pemahaman terhadap masalah, penanganan terhadap
masalah itu tidak mungkin dilakukan. Pemahaman terhadap masalah klein itu
terutama menyangkut jenis masalahnya, intensitasnya, sangkut pautnya,
sebab-sebabnya, dan kemudian perkembangannya.
Pemahaman masalah oleh individu (klein) sendiri merupakan modal
dasar bagi pemecahan masalah tersebut. Sejak awal prosesnya, pelayanan
bimbingan dan konseling diharapkan mampu menghantarkan klien memahami masalah
yang dihadapinya. Apabila pemahaman masalah klien oleh klien sendiri telah tercapai,
adanya pelayanan bimbingan dan konseling telah berhasil menjalankan fungsi
pemahaman dengan baik.
Selain konselor, pihak-pihak lain yang amat berkepentingan dengan
pemahaman masalah klien adalah klien itu sendiri, orang tua dan guru (khususnya
bagi siswa-siswa disekolah). Bagi para
siswa yang perkembangan dan kehidupannya masih amat banyak dipengaruhi oleh
orang tua dan guru, pemahaman masalah juga diperlukan oleh orang tua dan guru
siswa yang bersangkutan. Pemahaman masalah siswa sama gunanya dengan pemahaman
tentang individu pada umumnya oleh orang tua dan guru sebagaimana telah
dikemukakan diatas, yaitu untuk kepentingan berkenaan dengan perhatian dan
pelayanan orang tua terhadap anak dan pengajaran oleh guru terhadap siswa.
2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
langkah-langlah penyusunan bimbingan?
2.
Bagaimanakah
variasi program bimbingan dalam jenjang pendidikan?
3.
Apakah
peranan guru dalam melaksanakan bimbingan disekolah?
4.
Bagaimanakah
tanggung jawab konselor di sekolah?
3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
langkah-langkah penyusunan bimbingan, variasi program bimbingan dalam jenjang
pendidikan, peranan guru dalam melaksanakan bimbingan di sekolah, serta
tanggung jawab konselor disekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Program Bimbingan di Sekolah
Kegiatan bimbingan dan
konseling dapat mencapai hasil yang efektif bilamana dimulai dari adanya
program yang disusun dengan baik.
1.
Pengertian Program Bimbingan
Menurut pendapat Hotch dan
Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan
konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan
untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri.
Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya (1985) menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan
rinci akan memberikan banyak keuntungan, seperti:
a)
Memungkinkan
para petugas menghemat waktu, usaha, biaya, dengan menghindari
kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan.
b)
Memungkinkan
siswa untuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik
dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan;
c)
Memungkinkan
setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui
bagaimana dan di mana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
d) Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat
berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa dibimbingnya.
Pendapat di atas menekankan perlunya rumusan program bimbingan
yang jelas dan sistematik.
Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah
seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya (1985) seperti berikut:
a)
Tahap
persiapan.
b)
Pertemuan-pertemuan
permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin sekolah.
c)
Pembentukan
panitia penyelenggara program.
d) Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan.
Melalui empat langkah tersebut diharapkan program bimbingan itu
dapat diwujudkan dengan baik.
3.
Variasi Program Bimbingan menurut Jenjang pendidikan
Winkel (1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam
menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu:
a)
Menyusun
tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan.
b)
Menyusun
tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap
perkembangan tertentu.
c)
Menyusun
pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.
d) Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan.
e)
Menentukan
bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan.
f)
Menentukan
tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan, misalkan konselor, guru atau
tenaga ahli lainnya.
Berdasarkan rambu-rambu tersebut, program bimbingan untuk
masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan
karakteristiknya.
a.
Pendidikan
Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak sebenarnya belum termasuk jenjang pendidikan
formal dan lebih dikenal dengan pendidikan prasekolah.
b.
Program
Bimbingan di Sekolah Dasar
Berkenaan dengan penyusunan program bimbingan di sekolahdasar,
Gibson dan Mitchell (1981 mengemukakan beberapa factor yang harus
dipertimbangkan, seperti:
a)
Kegiatan
bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.
b)
Di SD masih
menggunakan system guru kelas sehingga seandainya ada anak yang tidak disenangi
oleh guru, maka akan lebih fatal akibatnya.
c)
Adanya
kecendrungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.
d) Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.
e)
Masalah-masalah
yang timbul di tingkat SD, dan tidak terlalu kompleks.
c.
Program
Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP
hendaknya berorientasi kepada:
a)
Bimbingan
belajar, karena cara belajar di SLTP berbeda dengan di SD.
b)
Bimbingan
tentang hubungan muda-mudi, karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan
cinta kasih (Gibson dan Mitchell, 1981).
c)
Pada usia
ini mereka mulai membentuk kelompok sebaya, maka program bimbingan hendaknya
juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan social.
d) Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak
usia 12-15 tahun.
e)
Bimbingan
karier baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia pendidikan atau pekerjaan.
d.
Program
Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Program bimbingan di SLTA hendaknya berorientasi kepada:
a)
Hubungan
muda-mudi/hubungan social.
b)
Pemberian
informasi pendidikan dan jabatan.
c)
Bimbingan
cara belajar.
e.
Program
Bimbingan di Perguruan Tinggi
Efektivitas dan efisiensi program bimbingan dapat terwujud bila
diarahkan kepada masalah-masalah sebagaimana digambarkan di atas. Oleh sebab
itu, program bimbingan di perguruan tinggi hendaknya berorientasi kepada:
1)
Bimbingan
belajar di perguruan tinggi atau bimbingan yang bersifat akademik.
2)
Hubungan
social dan hubungan muda-mudi.
4.
Tenaga Bimbingan di Sekolah Beserta Fungsi dan Peranannya.
Dalam kurikulum SMA 1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan dikemukakan bahwa konselor di sekolah terdiri dari:
a)
Kepala
sekolah
b)
Penyuluh
Pendidikan (Konselor sekolah)
c)
Guru
Pembimbing/Wali Kelas
d) Guru/Pengajar
e)
Petugas
Administrasi
5.
Struktur Organisasi
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan
tanggung jawab kepala sekolah. Program bimbingan di sekolah merupakan bagian
yang terintegrasi dengan seluruh kegiatan pendidikan. Dalam kurikulum SMA tahun
1975 buku III C dinyatakan bahwa kepala sekolah berperan langsung sebagai
koordinator bimbingan dan berwenang untuk menentukan garis kebijaksanaan
bimbingan, sedangkan konselor merupakan pembantu kepala sekolah yang
bertanggung jawab kepada kepala sekolah.
6.
Mekanisme Implementasi Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling di sekolah,
konselor beserta personel lainnya perlu memperhatikan komponen kegiatan sebagai
berikut:
a)
Komponen
pemprosesan data
b)
Komponen
kegiatan pemberian informasi
c)
Komponen
kegiatan konseling
d) Komponen pelaksana
e)
Komponen
metode/alat
f)
Komponen
waktu kegiatan
g)
Komponen
sumber data
B. Peranan Guru dalam Pelaksanaan Bimbingan di Sekolah
Dalam layanan bimbingan, guru mempunyai beberapa tugas utama,
sebagaimana dituangkan dalam kurikulum SMA 1975 tentang Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan.
1.
Tugas Guru
dalam Layanan Bimbingan di Kelas
Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya
guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru
siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan
sehubungan dengan pelajaran itu menjadi terbatas, dan sebagainya. Oleh Karena
itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar
mengajar. Sehubungan dengan itu, Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya
mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam proses
belajar-mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
a.
Perlakuan
terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai individu, siswa memiliki
potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk
mandiri.
b.
Sikap yang
positif dan wajar terhadap siswa.
c.
Perlakuan
terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.
d.
Pemahaman
siswa secara empatik.
e.
Penghargaan
terhadap martabat siswa sebagai individu.
f.
Penampilan
diri secara asli (genuine) tidak berpura-pura, di depan siswa.
g.
Kekonkretan
dalam menyatakan diri.
h.
Penerimaan
siswa secara apa adanya.
i.
Perlakuan
terhadap siswa secara permissive.
j.
Kepekaan
terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk menyadari
perasaannya itu.
k.
Kesadaran bahwa
tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran
saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih
dewasa.
l.
Penyesuaian
diri terhadap keadaan yang khusus.
Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembiming dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut:
a)
Menyediakan
kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasaaman, dan berkeyanikan
bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan
perhatian.
b)
Mengusahakan
agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan
pembawaannya.
c)
Mengembangkan
sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik.
d) Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
e)
Membantu
memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minatnya.
2.
Tugas
Guru dalam Operasional Bimbingan di Luar Kelas
Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan
proses belajar-mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan
bimbingan di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:
1.
memberikan
pengajaran perbaikan (remedial teaching).
2.
memberikan
pengayaan dan pengembangan bakat siswa.
3.
melakukan
kunjungan rumah (home visit).
4.
menyelenggarakan
kelompok belajar.
Beberapa contoh kegiatan tersebut memberikan bukti bahwa tugas
guru dalam kegiatan bimbingan sangat penting. Kegiatan bimbingan tidak
semata-mata tugas konselor saja. Tanpa peran serta guru, pelaksanaan bimbingan
dan konseling di sekolah tidak dapat terwujud secara optimal.
C. Kerja Sama Guru
dengan Konselor dalam Layanan Bimbingan
Dalam kegiatan-kegiatan belajar-mengajar sangat diperlukan adanya
kerja sama antara guru dengan konselor demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
Pelaksanaan tugas pokok guru dalam proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan bimbingan, sebaliknya layanan bimbingan di sekolah perlu dukungan
atau bantuan guru.
D. Azas - azas bimbingan dan konseling
Azas-azas bimbingan dan konseling menurut Prayitno (1987) adalah:
1.
Azas
kerahasiaan
Kegiatan bimbingan dan konseling adalah melayani individu yang
bermasalah. Sebagian besar orang beranggapan bahwa masalah merupakan suatu aib
yang harus ditutupi sehingga tidak seorangpun boleh tahu akan adnya
masalah.masalah seperti ini mengahambat pemanfaatan pelayanan bimbingan dan
konseling dimasyarakat dan disekolah. Kegiatan bimbingan dan konseling
seharusnya memahami azas kerahasiaan ini. Dengan arti kata bila seseorang siswa
telah mengungkapkan masalahnya kepada guru pembimbing maka guru pembimbing
harus menjaga akan kerahasiaan informasi dan data yang dihadapi dari siswa,
sehingga dengan demikian diharapkan terbentuk suatu kepercayaan dari diri siswa
untuk mengemukakan permasalahnnya secara jelas. Azas kerahasiaan ini merupakan
kunci dalam kegiatan bimbingan dan monseling. Karena itu guru pembimbing dan
personil yang terkait hendaknya benar benar menjalankan azas ini.
2.
Asas
kesukarelaan
Bila asas kesukarelaan benar-benar berjalan sebagaimana mestinya
maka pada diri siswa dapat diharapkan adanya kesukarelaan untuk memecahkan
masalahnya bersama guru pembimbing. Kesukarelaan juga dituntut pada diri guru
pembimbing, karena bila guru pembimbing merasa terpaksa untuk melakukan
kegiatan BK maka hasilnya kurang dapat diharapkan.
3.
Asas
keterbukaan
Bimbingan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana
keterbukaan. Agar keterbukaan siswa dapat terjelma maka guru
pembimbing harus membina hubungan dalam konseling sehingga siswa asuh yakin
bahwa guru pembimbing juga terbuka padanya.
4.
Asas
kemandirian
Kemandirian merupakan tujuan akhir dari kegiatan BK. Dalam
memberikan layanan guru pembimbing hendaknya selalu menghidupkan kemandirian
siswa asuh.
5.
Asas
kegiatan
Usaha yang dilakukan dalam kegiatan BK tidak akan memberkan hasil
yang berarti bila siswa asuh tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan.
Hasil usaha BK tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi harus diraih oleh siswa
asuh dan guru pembimbing secara bersama.
6.
Asas
kedinamisan
Kegiatan BK menghendaki terjadinya perubahan pada diri siswa,
yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.perubahan ini tidaklah
sekedar mengulang ngulanghal yang menonton, melainkan prubahan yang
selalu menuju kesuatu yang lebih baik dan maju.
7.
Asas
keterpaduan
Kegiatan BK memadukan berbagai aspek dari diri individu yang
dibimbing. Keterpaduan isi proses perlu diperhatikan dalam memberikan layanan.
8.
Asas
kenormatifan
Merupakan salah satu yang sangat perlu diperhatikan dalam kegiatan
BK. Norma-norma yang ada dimasyarakat harus menjadi salah satu pertimbangan
dalam memberikan layanan kepada siswa agar dapat menjadi seorang yang
memperhatikan norma dalam kegiatan sehari-hari.
9.
Asas
keahlian
Kegiatan BK dilakukan secara teratur, sistematik dan mempergunakan
teknik serta alat yang teruji secara ilmiah. Untuk itu para pembimbing mendapat
latihan yang memadai, sesuai dengan tuntutan ilmu. Asas ini menjamin
keberhasilan kegiatan BK yang diakui secara professional.
10. Asas alih tangan
Bila seorang guru pembimbing telah mengarahkan segenap
kemampuannya untuk membantu siswa, namun siswa tersebut belum juga
terbantu sebagaimana yang diharapkannya, maka guru pembimbing harus mengalih
tangankan siswa tersebut kepada guru lain atau ke profesi lain seperti dokter,
polisi atau ahli agama.
11. Asas tut wuri handayani
Asas ini menunjukkan pada suasana umum yang hendaknya tercipta
dalam rangka hubungan keseluruhan guru pembimbing dengan siswa. Asas ini
menuntut agar kegiatan BK tidak hanya dirasakan sewaktu mengalami masalah saja,
namun diluar hubungan BK hendaknya kegiatan ini dirasakan manfaatnya oleh
seluruh personil sekolah.
E. Tanggung Jawab
Konselor Sekolah
Tenaga inti (dan ahli) dalam bidang pelayanan bimbingan dan
konseling ialah Konselor. Konselor inilah yang mengendalikan dan sekaligus
melaksanakan berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang menjadi
tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan tugas – tugas dan tanggung jawabnya itu
konselor menjadi “pelayan” bagi pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh,
khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan – tujuan
perkembangan masing – masing peserta didik sebagaimana telah disebutkan di
atas. Dalam kaitannya dengan tujuan yang luas itu, konselor tidak hanya
berhubungan dengan peserta didik atau siswa saja (sebagai sasaran utama
layanan), melainkan juga dengan berbagai pihak yang dapat secara bersama – sama
menunjang pencapaian tujuan itu, yaitu sejawat (sesama konselor, guru, dan
personal sekolah lainnya), orang tua dan masyarakat pada umumnya. Kepada mereka
itulah konselor menjadi “pelayan”dan tanggung jawab dalam arti yang penuh
dengan kehormatan, dedikasi, dan keprofesionalan.
1.
Tanggung
jawab konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor :
a)
Memiliki
kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa
yang harus diperlakukan sebagai individu yang
unik.
b)
Memperhatikan
sepenuhnya segenap kebutuhan siswa (kebutuhan menyangkut pendidikan,
jabatan/pekerjaan , pribadi, dan sosial)dan mendorong pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal bagi setiap siswa.
c)
Memberi
tahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan konseling, serta
aturan ataupun prosedur yang harus dilalui apabila ia menghendaki bantuan
bimbingan dan konseling.
d) Tidak mendesakkan kepada siswa (klien) nilai – nilai tertentu yang
sebenarnya hanya sekedar apa yang dianggap baik oleh konselor saja.
2.
Tanggung
jawab kepada orang tua, yaitu bahwa konselor :
a)
Menghormati
hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan berusaha sekuat tenaga
membangun hubungan yang erat dengan orang tua demi perkembangan siswa.
b)
Memberi
tahu orang tua tentang peranan konselor dengan asas kerahasiaan yang dijaga
secara teguh.
c)
Menyediakan
untuk orang tua berbagai informasi yang berguna dan menyampaikannya dengan cara
yang sebaik-baiknya.
d) Memperlakukan informasi yang diterima dari orang tua dengan menerapkan
asas kerahasiaan dan dengan cara yang sebaik-baiknya.
3.
Tanggung
jawab kepada sejawat, yaitu bahwa konselor :
a)
Memperlakukan
sejawat dengan penuh kehormatan, keadilan, keobjektifan, dan
kesetiakawanan.
b)
Mengembangkan
hubungan kerja sama dengan sejawat dan staf administrasi demi terbinanya
pelayanan bimbingan konseling yang maksimum.
c)
Membangun
kesadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, perbedaan antara data umum dan
data pribadi, serta pentingnya konsultasi sejawat.
d) Menyediakan informasi yang tepat, objektif, luas dan berguna bagi
sejawat untuk membantu menangani masalah siswa.
4.
Tanggung
jawab kepada sekolah dan masyarakat, yaitu bahwa konselor :
a)
Mendukung
dan melindungi program sekolah terhadap penyimpangan-penyimpangan yang
merugikan siswa.
b)
Memberitahu
pihak-pihak yang bertanggung jawab apabila ada sesuatu yang dapat menghambat
atau merusak misi sekolah, personal sekolah, ataupun kekayaan siswa.
c)
Mengembangkan
dan meningkatkan peranan dan fungsi bimbingan konseling untuk memenuhi
kebutuhan segenap unsur-unsur sekolah dan masyarakat.
5.
Tanggung
jawab kepada diri sendiri, yaitu bahwa konselor :
a)
Berfungsi
(dalam layanan bimbingan konseling) secara professional dalam batas-batas
kemampuannya serta menerima tanggung jawab dan konskuensi dari pelaksanaan fungsi
tersebut.
b)
Menyadari
kemungkinan pengaruh diri pribadi terhadap pelayanan yang diberikan kepada
klien.
c)
Memonitor
bagaimana diri sendiri berfungsi, dan bagaimana tingkat keefektifan pelayanan
serta menahan segala sesuatu kemungkinan merugikan klien.
d) Selalu mewujudkan prakarsa demi peningkatan dan pengembangan
pelayanan professional melalui dipertahankannya kemampuan professional
konselor, dan melalui penemuan-penemuan baru.
6.
Tanggung
jawab kepada profesi, yaitu bahwa konselor :
a)
Bertindak
sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri sendiri sebagai konselor dan
profesi.
b)
Melakukan
penelitian dan melaporkan penemuannya sehingga memperkaya khasanah dunia
bimbingan konseling.
c)
Berpartisipasi
secara aktif dalam kegiatan organisasi professional bimbingan konseling baik
ditempatnya sendiri, di daerah, maupun dalam lingkungan nasional.
d) Menjalankan dan mempertahankan standar profesi bimbingan konseling
serta kebijaksanaan yang berlaku berkenaan dengan pelayanan
bimbingan konseling.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Program Bimbingan dan
konseling tingkat lanjutan merupakan Suatu program yang memberikan layanan
khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian
diri, serta mengembangkan sikap-sikap
dasar bagi tingkah laku social yang baik.
Menyediakan kondisi dan
kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan membantu
siswa dalam memilih profesi yang sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minatnya.
Saran
Saran kami adalah perlunya peningkatan kualitas seorang konselor,
dengan adanya peningkatan kualitas konselor maka akan memberikan dampak yang
positif bagi perkembangan dunia pendidikan.
Dan juga perlunya peningkatan jumlah konselor, seorang konselor
menghadapi 150 siswa asuh. Maka dalam satu sekolah tidak cukup hanya mengandalkan
satu orang konselor saja.
DAFTAR PUSTAKA
Dra.Sri Herlina.2011. Diktat Profesi Kependidikan .Palembang: Universitas PGRI
Palembang
Prof.Dr.H.Prayitno,M.sc.Ed.dan Drs. Erman Amti. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:PT.Rineka
Cipta.
Prof.Soetjipto dan Drs.Raflis
Kosasi,M.Sc.1999.Profesi Keguruan. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.